Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera


UNIVERSITAS GUNADARMA
Fakultas Teknologi Industri



PENULISAN ILMIAH


Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera

Nama                             :     Irfan Sabdho Musthofa

NPM                              :     53415436

Fakultas                        :     Teknologi Industri

Jurusan                         :     Teknik Informatika

Dosen Pembimbing      :     Jumharjinis, MM., Bc., Hk.

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Tugas Penulisan Ilmiah Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Semester 1


JAKARTA


2015






Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Ilmiah ”Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan ilmiah ini dibuat guna melengkapi tugas individual pertama dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Semester 1, dan juga berguna untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan serta pengalaman penulis dibidang Kewarganegaraan yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam tugas penulisan ilmiah ini, untuk itu penulis mengharapkan dengan segala kerendahan hati kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun kepada penulis guna tercapainya penulisan yang lebih baik lagi di masa depan nanti. Terselesaikannya penulisan ini berkat dukungan, bantuan, dorongan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Prof. Dr. Hj. E. S. Margianti, S.E., M.M., selaku Rektor Universitas Gunadarma.
2.  Prof. Drs. Syahbuddin, MSc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma.
3. Dr. Ing. Adang Suhendra, SSi., SKom.,MSc., selaku Ketua Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma.
4.   Jumharjinis, MM., Bc., Hk., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan.
5.      Keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan dorongan penuh baik secara moril maupun materil.
6.      Serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan atas bantuan dalam membagi informasi kepada penulis.




Daftar Isi

Sampul 
Kata Pengantar   
Daftar Isi   
1.      Pendahuluan                                                                                                            
1.1.      Penegasan Judul 
1.2.      Alasan Pemilihan Judul
1.3.      Tujuan Penulisan
1.4.      Sistematika Penulisan
2.      Landasan Teori                                                                                                        
2.1.      Analisis Hasil Penulisan 
2.2.      Penampilan Anggapan 
2.3.      Pernyataan Hipotesa
2.4.      Hasil Yang Diharapkan
3.      Pengumpulan dan Penyajian Data       
3.1.      Uraian Singkat
3.2.      Data Tabel
3.3.      Data Diagram/Grafik
4.      Analisis Data                                                                                                          
4.1.      Analisis Kualitatif
4.2.      Kesimpulan Analisis 
5.      Penutup                                    
5.1.      Ungkapan Kembali Secara Singkat
5.2.      Ungkapan Kembali Masalah
5.3.      Saran
Sumber








BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Penegasan Judul
Penulisan karya ilmiah ini berjudul “Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera”. Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari judul tersebut, ada beberapa istilah yang perlu penulis uraikan, antara lain:
Kata kebakaran berasal dari kata dasar bakar yang berarti suatu reaksi oksidasi  eksotermis  yang  berlangsung  dengan  cepat  dari  suatu  bahan  bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan.
Hutan merupakan suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuhan-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika,  dan  pelestari  tanah  serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.
Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Definisi hutan yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi:
1.   Suatu kesatuan ekosistem.
2.   Berupa hamparan lahan.
3.   Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
4.   Mampu memberi manfaat secara lestari.
Lalu pulau adalah sebidang tanah yang lebih kecil daripada benua dan lebih besar daripada karang, dan yang dikelilingi air/laut. Kumpulan beberapa pulau dinamakan pulau-pulau atau kepulauan.
Dan Sumatera merupakan pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti "pulau emas").
Jadi yang dimaksud dengan kebakaran hutan di pulau Sumatera adalah reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat disertai dengan timbulnya api/penyalaan pada suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuhan-tumbuhan lebat di sebidang tanah yang lebih kecil daripada benua dan lebih besar daripada karang, dan yang dikelilingi air/laut yang terletak di Indonesia.
Dengan demilikian yang dimaksud dengan penulisan judul tersebut adalah suatu penelitian atau penyelidikan terhadap peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di beberapa daerah di pulau Sumatera. Jelasnya, dapatkah diklarifikasi kebenaran yang terjadi di lapangan.

1.2.  Alasan Pemilihan Judul
Pemilihan judul yang diangkat oleh penulis dalam karya ilmiah tersebut didasari atas beberapa dorongan, antara lain:
1. Karena adanya pelanggaran atas hak-hak alam dalam pemanfaatannya sehingga menimbulkan suatu peristiwa kerusakan alam yang merugikan.
2. Karena timbulnya penderita penyakit hipoksia dan/atau infeksi saluran pernafasan akut, disingkat ISPA akibat asap yang timbul dari kebakaran hutan di pulau Sumatera.
3. Karena munculnya berita acara internasional yang mengusung kebakaran hutan di pulau Sumatera akibat dari kabut asap yang ditimbulkan telah mencapai ke beberapa negara tetangga, khususnya negara-negara Asia Tenggara.

1.3.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam bahasan karya ilmiah tersebut, yaitu:
1. Untuk mengetahui yang menjadi sebab atau latar belakang dari kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera.
2.   Untuk mengetahui perkembangan dari kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera.
3.  Sebagai ulasan bagi para pembaca dalam melakukan tindakan yang nyata untuk membantu korban serta melakukan perubahan.

1.4.  Sistematika Penulisan
Keseluruhan materi yang ada pada penulisan karya ilmiah ini telah penulis tuangkan dalam 5 bab, yang pada setiap babnya memiliki sub-sub bab. Untuk lebih jelasnya penulis telah menguraikan keringkasannya sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, pada bab ini penulis memberi penegasan terhadap judul, penjelasan alasan terhadap judul yang diangkat atau dipilih, tujuan dari dilakukannya penulisan serta bagaimana penulis membuat sistematika dalam penulisan ilmiah.
BAB II: Landasan teori, di bagian ini penulis menuliskan analisis hasil dari penulisan, menampilkan anggapan, membuat pernyataan hipotesa serta menunjukan hasil yang diharapkan.
BAB III: Pengumpulan dan penyajian data, di bab ini penulis menuliskan uraian secara singkat dari penulisan ilmiah, daftar tabel, daftar diagram serta daftar grafik.
BAB IV: Analisis data, pada bagian ini penulis menuliskan analisis kualitatif dan kesimpulan dari analisis penulisan.
BAB V: Kesimpulan dan saran, di bab ini adalah bagian terakhir dalam penulisan ilmiah yang berisi pengungkapan kembali hasil dan masalah dari analisis penulisan secara singkat dan saran yang dibuat oleh penulis.






BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Analisis Hasil Penulisan
Berdasarkan perundang-undangan yang telah berlaku di negara Indonesia, pengelolaan kehutanan telah diatur dalam pemanfaatannya sebagai sumber daya alam (SDA) agar penggunaannya tidak dilakukan secara berlebih-lebihan (eksploitasi) sehingga menimbulkan kerusakan. Kelestarian hutan yang rusak sangat sulit untuk ditanggulani, butuh bertahun-tahun lamanya agar kekayaan flora dan fauna dapat dikembalikan seperti sedia kala. Sama seperti makhluk hidup lainnya, alam pun juga memiliki hak-hak yang perlu diperhatikan. Hak alam yang tercantum dalam perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.   Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Perkebunan.
4.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
5.  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang.

2.2.  Penampilan Anggapan
Faktor ekonomi merupakan salah satu dari penyebab seseorang berani melakukan tindakan baik dan buruk terhadap lingkungan di sekitarnya. Tidak semua orang melakukan cara yang baik dan benar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak jarang juga kita temukan orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara yang kurang atau bahkan tidak baik. Seperti pembakaran hutan yang baru-baru ini terjadi di beberapa daerah di pulau Sumatera yang dilakukan oleh para pengusaha dengan tujuan meluaskan lahannya. Kurangnya perhatian dari pemerintah dalam mengawasi kegiatan perekonomian pada bidang kehutanan membuat pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab memiliki waktu dan ruang yang cukup untuk melakukan tindakan seenaknya, tindakan yang merusak alam serta kelestariannya baik flora maupun faunanya. Dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera akhir-akhir ini, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mampu melakukan apapun. Bahkan dibeberapa surat kabar dapat terlihat foto dari Ir. Joko Widodo, bapak presiden yang berdiri sendirian ditengah lahan atau hutan yang telah hangus habis terbakar. Hal itu diartikan oleh para kritikus sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan tindakan pencegahan maupun penanggulanan. Pemerintah seperti pasrah akan apa yang terjadi di pulai Sumatera. Hal itu berbeda sekali ketika pemerintahan dipimpin oleh presiden periode sebelumnya. Jika pada tahun 2008 kebakaran dapat teratasi hanya dalam kurun waktu tiga minggu dari waktu kejadian, tetapi saat ini telah hampir 3 bulan yang berakibat jatuhnya korban penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sikap pemerintah yang seakan terkesan seperti ingin menjaga harga diri atau jaga image telah menutup pintu bantuan untuk mengatasi masalah ini. Meskipun negara tetangga bahkan pihak luar (selain negara-negara yang ada di Asia Tenggara atau negara tetangga) telah menawarkan bantuan. Kurang mampunya dalam peri-hal negosiasi atau tawar-menawar mungin yang menjadi faktor penyebabnya. Kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera kali ini semakin di perparah dengan keadaan alam yang sedang tidak bersahabat. Musim kemarau dengan hawa yang panas, serta kehadiran peristiwa  el nino atau gelombang panas telah membuat kebakaran menjadi semakin parah.

2.3.  Pernyataan Hipotesa
Perkembangan industri dalam mengelola kekayaan alam telah berkembang begitu cepat, pertumbuhan penduduk di berbagai belahan dunia telah membuat kebutuhan hidup menjadi sulit untuk dipenuhi. Pada akhirnya peluasan daerah industrilah yang menjadi salah satu solusinya. Akhirnya, alamlah yang dirugikannya. Kebakaran hutan yang setiap tahunnya selalu terjadi di Indonesia merupakan salah satu contoh korban dari penjelasan diatas. Meskipun tidak selalu, tetapi kebakaran hutan yang besar memang berasal dari perbuatan manusia yang sengaja untuk dilakukan. Kebutuhan hidup seperti faktor ekonomi contohnya, telah membuat orang-orang buta akan peran dari alam sesungguhnya. Pengeksploitasian hutan dilakukan tanpa berpikir panjang tentang habitat yang tinggal di dalamnya. Bahkan penduduk sekitarnya pun dapat dibutakan oleh mereka, dengan menyewa jasanya dan memberi sedikit imbalan telah membuat penduduk sekitar menjadi salah arah. Tak lain kejadian seperti itu terjadi karena kemiskinan yang merajalela/terjadi dimana-mana, khususnya pada daerah pedalaman yang sulit untuk mendapat pekerjaan dan penghasilan yang besar. Hal itu sangat bertolak belakang dari asas-asas dan nilai-nilai yang terkandung dalam pedoman hidup negara Indonesia, yaitu Pancasila. Dimana kesejahteraan merupakan hak yang perlu dan pantas untuk diraih oleh rakyatnya. Perputaran roda ekonomi hanya terjadi di perkotaan saja. Perhatian pemerintah seakan hanya terfokus pada perkotaan saja, terbukti dengan banyaknya pembangunan besar-besaran dikota-kota besar. Tetapi hal itu tidak dilakukan di daerah-daerah pelosok/pedalaman, bahkan untuk perubahan kecil sedikitpun. Peran pemerintah begitu disayangkan jika semua itu masih terus menerus terjadi. Bahkan jika dilihat perekonomian Indonesia sekarang ini begitu mengalami kemunduran, nilai tukar rupiah dengan dollar amerika begitu membeludak. Bahkan hampir seperti kejadian tahun 1998, di akhir masa pemerintahan Soeharto pada era orde baru. Tak jauh berbeda dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika yang terjadi di tahun 1998, kebakaran hutan pun juga demikian. Dikatakan hampir seperti 1998 dimana saat itu dampak kebakaran juga dirasakan oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan negara Asia Tenggara lainnya. Pemerintah dinilai tidak mampu melakukan pembenahan. Gengsi yang tinggi dari pemerintah untuk meminta bantuan kepada negara lain membuat kejadian ini tak kunjung usai. Pada akhirnya, rakyat kembalilah yang menderita.

2.4.  Hasil Yang Diharapkan
Berdasarkan tulisan dari analisis yang dilakukan penulis, dapat dimaknai bahwa hasil yang diharapkan dari penulisan ini adalah adanya kesadaran diri dari berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu jika dilihat dari pemerintahan, penulis mengharapkan adanya sikap tanggap pemerintah dalam mengantisipasi kebakaran hutan di Indonesia. Penulis berpendapat bahwa pemerintah masih kurang bahkan lemah/buta dalam melakukan pengelolaan terhadap hutan-hutan di Indonesia karena pada setiap tahunnya selalu saja terjadi kasus kebakaran hutan yang bisa disebabkan oleh faktor kejadian alam ataupun oleh perbuatan kesengajaan manusia.
Pemerintah diharapkan melakukan penanganan yang bersifat preventif, yaitu setiap usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.
Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai contoh: pada bulan Juli di tahun 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2015 sekarang ini. Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.
Selain itu, pemerintah diharapkan dapat menanggulani masalah kebakaran hutan yang saat ini terjadi di pulau Sumatera. Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12 / Menhut-Ii / 2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:
1.  Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.
2.  Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.
3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.
4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi. Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas area pertaniannya dengan membakar. Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa dicegah. Diharapkan pemerintah dapat melakukan penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif, yaitu upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi:
1. Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan. Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
2.   Pengembangan organisasi penyelenggara tentang Pencegahan Kebakaran Hutan. Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
3. Pengembangan sistem komunikasi, sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaranearly warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yangberkaitan dengan kebakaran hutan.
Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan. Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.













BAB III
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

3.1.  Uraian Singkat
Kebakaran hutan di Indonesia telah lama menjadi persoalan serius, khususnya di pulau Sumatera. Tercatat sejak tahun 1960an sampai sekarang 2015 pulau Sumatera khususnya Sumatera Selatan selalu terjadi kasus kebakaran hutan. Kebakaran yang terjadi selalu berlangsung saat periode musim kemarau berkepanjangan. Luas lahan yang terbakar pun tidak main-main, terhitung ribuan hektar lahan selalu menjadi korban kebakaran setiap tahunnya. Sekitar 30 persen hutan dan kawasan konservasi atau seluas kurang lebih sekitar 10,5 juta hektar telah rusak karena beragam macam faktor, seperti perambahan, pembalakan liar, dan kebakaran hutan.
Setiap tahunnya rata-rata telah dilakukan kegiatan restorasi 100.000 hektar. BNPB melakukan hujan buatan dengan biaya sekitar 200 miliyar rupiah dalam mengatasi masalah kekeringan di musim kemarau. Dalam mengatasi masalah kebakaran hutan, biaya disiapkan 385 miliyar rupiah. Pembakaran dilakukan perusahaan perkebunan dan penduduk untuk membuka lahan perkebunan dan pertanian baru, seperti perkebunan karet, perkebunan teh, dan perkebunan kelapa sawit. Fenomena el nino yang diperkirakan akan berakhir sampai bulan November dikhawatirkan akan terus meningkatkan kasus kebakaran hutan di pulau Sumatera.
Pada tabel 1 dapat dilihat data kebakaran lahan dan hutan di sejumlah provinsi yang menjadi perhatian pemerintah dalam kurun waktu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa Sumatera Selatan selalu menjadi perhatian utama pemerintah dalam kasus kebakaran lahan dan hutan dengan tercatatnya sebagai provinsi yang selalu berada pada posisi lima besar dalam masalah luasnya lahan yang terbakar.
Pada tabel 2 ditunjukan data kualitas udara tertinggi dan terendah dalam kasus kebakaran hutan di pulau Sumatera, Indonesia pada tahun 2015 yang baru saja terjadi.
Pada tabel terakhir yaitu tabel 3 disimpulkan dengan adanya provinsi Sumatera Selatan sebagai tempat atau kawasan yang mengalami kebakaran lahan dan hutan sejak tahun 1960 hingga tahun 2013. Hal tersebut menunjukan bagaimana masalah ini menjadi kasus yang tak kunjung usai teratasi.
Selain pada tiga data tabel yang telah disampaikan diatas, terdapat pula dua data diagram/grafik yang mana pada diagram/grafik 1 dapat dilihat data riwayat jumlah peringatan titik api di pulau Sumatera, Indonesia. dari data didapat bahwa peringatan titik api tertinggi yang pernah terjadi adalah pada tahun 2006 dengan melebihi 3500 peringatan titik api.
Pada data diagram/grafik ke 2 berisi data luas kebakaran hutan yang terjadi di beberapa provinsi yang dihitung dalam satuan hektar. Pada diagram/grafik dapat diperoleh data bahwa ribuan hektar telah terbakar pada tahun 2014 di beberapa provinsi. Bahkan pada provinsi Sumatera Selatan luas kebakaran mencapai 8504,86 hektar yang menempatkan mereka pada posisi puncak atau pertama dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya.
Dalam memahami penjelasan yang telah tertulis diatas, data dapat disimpulkan dalam bentuk gambaran tabel dan diagram/grafik yang semuanya dimuat pada subbab lain.

3.2.  Data Tabel
Tabel 1. Kebakaran Lahan dan Hutan di Sejumlah Provinsi yang menjadi perhatian.


Tabel 2. Kualitas Udara Tertinggi dan Terendah Pada Kasus Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera.

Tabel 3. Riwayat Kebakaran Lahan dan Hutan sepanjang tahun 1960 sampai 2013.


3.3.  Data Diagram/Grafik

Grafik 1. Data Historis Jumlah Peringatan Titik Api di Pulau Sumatera.

Grafik 2. Data Luas Kebakaran Beberapa Provinsi (Hektar).







BAB IV
ANALISIS DATA

4.1.  Analisis Kualitatif
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari berbagai sumber dalam bentuk tabel dan diagram/grafik, kasus kebakaran hutan di pulau Sumatera merupakan kasus yang telah lama terjadi di Indonesia bahkan telah lebih sejak setengah abad yang lalu. Hal itu menunjukan bagaimana kurangnya perhatian pemerintah terhadap keasrian kehutanan dan kurangnya aturan hukum yang ditegaskan. Sehingga pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab masih berani melakukan kerusakan hutan dengan melakukan pembakaran, eksploitasi secara berlebihan, serta kegiatan-kegiatan kejahatan lainnya.
Perhatian pemerintah seharusnya sudah lebih ditingkatkan lagi dengan mempelajari dari kejadian-kejadian yang telah berlalu sebelumnya. Sehingga tindakan yang harusnya dilakukan bukan lagi untuk melakukan penanggulanan tetapi telah mencapai pengantisipasian. Dengan jumlah bilangan angka yang sebesar itu, diperkirakan hutan Indonesia akan segara habis dalam 10 tahun yang akan datang apabila pemerintah masih saja persikap seperti ini.
Selain luas lahan hutan yang telah menjadi korban kebakaran, kesehatan bagi penduduk disekitar kawasan hutan juga menjadi terancam karena kasus yang terus menerus terjadi setiap tahunnya. Bahkan pada kasus kebakaran hutan kali ini telah memakan korban jiwa. Banyak yang meninggal sia-sia akibat asap yang telah merusak kualitas udara bersih akibat ditimbulkannya dari kebakaran hutan. Seharusnya pemerintah memberikan jaminan pelayanan kesehatan untuk mereka karena mereka merupakan korban yang seharusnya mendapatkan hak untuk ditolong.
Dana yang dikeluarkan untuk menghadapai masalah kebakaran hutan pun terbilang besar, dengan menyentuh angka sampai ratusan miliyar seharusnya masalah seperti ini segara dapat teratasi. Tetapi kenyataannya tidak, pemerintah masih tidak mampu melakukan perubahan yang berarti.
Kejadian fenomena alam el nino yang memang selalu terjadi pada  musim kemarau di setiap tahunnya seharusnya telah pemerintah lakukan pembelajaran untuk menghadapinya agar masalah yang ditimbulkan akibat dari fenomena tersebut dapat diatasi, setidaknya dapat diminimalisir sehingga angka luas lahan hutan yang terbakar dan korban dari asap yang ditimbulkan dapat ditekan/menurun.
el nino adalah fenomena alam dan bukan badai, secara ilmiah diartikan dengan meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator dari nilai rata-ratanya dan secara fisik el nino tidak dapat dilihat.  Fenomena el nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas el nino tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena el nino.

4.2.  Kesimpulan Analisis
Berdasarkan perundang-undangan yang telah berlaku di Indonesia, pengelolaan kehutanan telah diatur dalam pemanfaatannya sebagai sumber daya alam agar penggunaannya tidak dilakukan secara berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan. Sama seperti makhluk hidup lainnya, alam pun juga memiliki hak-hak yang perlu diperhatikan.
Faktor ekonomi merupakan penyebab seseorang berani melakukan tindakan buruk terhadap lingkungan. Seperti pembakaran hutan yang baru ini terjadi di pulau Sumatera yang dilakukan pengusaha bertujuan meluaskan lahan. Kurangnya perhatian pemerintah pada bidang kehutanan membuat pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan tindakan seenaknya. Dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi di pulau, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mampu melakukan apapun. Pemerintah seperti pasrah akan apa yang terjadi di pulau Sumatera. Kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera kali ini semakin di perparah dengan keadaan alam yang sedang tidak bersahabat. Musim kemarau dengan hawa yang panas, serta kehadiran peristiwa  el nino telah membuat kebakaran menjadi semakin parah.
Perkembangan industri dalam mengelola kekayaan alam berkembang cepat, pertumbuhan penduduk di dunia telah membuat kebutuhan menjadi sulit dipenuhi. Akhirnya peluasan daerah industri yang menjadi solusinya. Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia merupakan contoh penjelasan diatas. Meski tidak selalu, tetapi kebakaran hutan memang berasal dari perbuatan manusia. Pengeksploitasian hutan dilakukan tanpa berpikir habitat di dalamnya. Kejadian seperti itu karena kemiskinan yang merajalela, pada daerah pedalaman yang sulit mendapat pekerjaan. Perputaran roda ekonomi hanya terjadi di kota. Perhatian pemerintah seakan terfokus pada perkotaan saja, terbukti dengan banyaknya pembangunan besar-besaran di kota besar. Tetapi tidak dilakukan di daerah pedalaman. Peran pemerintah disayangkan jika semua masih terus terjadi. Bahkan perekonomian Indonesia sekarang ini begitu mengalami kemunduran, nilai tukar rupiah dengan dollar amerika begitu membeludak. Bahkan hampir seperti kejadian tahun 1998. Kebakaran hutan pun juga demikian, dikatakan hampir seperti 1998 dimana dampak kebakaran dirasakan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan negara Asia Tenggara lainnya. Pemerintah dinilai tidak mampu melakukan pembenahan. Gengsi yang tinggi dari pemerintah untuk meminta bantuan negara lain membuat kejadian ini tak kunjung usai. Pada akhirnya, rakyatlah yang menderita.
Berdasarkan analisis dapat dimaknai hasil yang diharapkan adalah kesadaran dari pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan baik secara langsung maupun tidak. Jika dilihat dari pemerintah, adanya sikap tanggap pemerintah dalam mengantisipasi kebakaran hutan di Indonesia. Pemerintah diharapkan melakukan penanganan yang bersifat preventif.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.  Ungkapan Kembali Secara Singkat
Berdasarkan perundang-undangan yang telah berlaku di Indonesia, pengelolaan kehutanan telah diatur dalam pemanfaatannya sebagai sumber daya alam agar penggunaannya tidak dilakukan secara berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan. Sama seperti makhluk hidup lainnya, alam pun juga memiliki hak-hak yang perlu diperhatikan.
Faktor ekonomi merupakan penyebab seseorang berani melakukan tindakan buruk terhadap lingkungan. Seperti pembakaran hutan yang baru ini terjadi di pulau Sumatera yang dilakukan pengusaha bertujuan meluaskan lahan. Kurangnya perhatian pemerintah pada bidang kehutanan membuat pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan tindakan seenaknya. Dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi di pulau, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mampu melakukan apapun. Pemerintah seperti pasrah akan apa yang terjadi di pulau Sumatera. Kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera kali ini semakin di perparah dengan keadaan alam yang sedang tidak bersahabat. Musim kemarau dengan hawa yang panas, serta kehadiran peristiwa  el nino telah membuat kebakaran menjadi semakin parah.
Perkembangan industri dalam mengelola kekayaan alam berkembang cepat, pertumbuhan penduduk di dunia telah membuat kebutuhan menjadi sulit dipenuhi. Akhirnya peluasan daerah industri yang menjadi solusinya. Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia merupakan contoh penjelasan diatas. Meski tidak selalu, tetapi kebakaran hutan memang berasal dari perbuatan manusia. Pengeksploitasian hutan dilakukan tanpa berpikir habitat di dalamnya. Kejadian seperti itu karena kemiskinan yang merajalela, pada daerah pedalaman yang sulit mendapat pekerjaan. Perputaran roda ekonomi hanya terjadi di kota. Perhatian pemerintah seakan terfokus pada perkotaan saja, terbukti dengan banyaknya pembangunan besar-besaran di kota besar. Tetapi tidak dilakukan di daerah pedalaman. Peran pemerintah disayangkan jika semua masih terus terjadi. Bahkan perekonomian Indonesia sekarang ini begitu mengalami kemunduran, nilai tukar rupiah dengan dollar amerika begitu membeludak. Bahkan hampir seperti kejadian tahun 1998. Kebakaran hutan pun juga demikian, dikatakan hampir seperti 1998 dimana dampak kebakaran dirasakan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan negara Asia Tenggara lainnya. Pemerintah dinilai tidak mampu melakukan pembenahan. Gengsi yang tinggi dari pemerintah untuk meminta bantuan negara lain membuat kejadian ini tak kunjung usai. Pada akhirnya, rakyatlah yang menderita.
Berdasarkan analisis dapat dimaknai hasil yang diharapkan adalah kesadaran dari pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan baik secara langsung maupun tidak. Jika dilihat dari pemerintah, adanya sikap tanggap pemerintah dalam mengantisipasi kebakaran hutan di Indonesia. Pemerintah diharapkan melakukan penanganan yang bersifat preventif.

5.2.  Ungkapan Kembali Masalah
Faktor ekonomi merupakan penyebab seseorang berani melakukan tindakan baik dan buruk terhadap lingkungan. Tidak semua orang melakukan cara yang baik dan benar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti pembakaran hutan yang baru-baru ini terjadi di pulau Sumatera yang dilakukan para pengusaha dengan tujuan meluaskan lahannya. Kurangnya perhatian dari pemerintah pada bidang kehutanan membuat pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan tindakan seenaknya. Dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak berdaya. Bahkan disurat kabar terlihat foto presiden berdiri sendirian ditengah lahan yang hangus terbakar. Hal itu diartikan para kritikus sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan tindakan pencegahan maupun penanggulanan. Hal itu berbeda ketika pemerintahan dipimpin presiden sebelumnya. Pada tahun 2008 kebakaran dapat teratasi hanya dalam kurun waktu tiga minggu dari waktu kejadian, tetapi saat ini telah hampir 3 bulan. Sikap pemerintah yang menjaga harga diri telah menutup pintu bantuan untuk mengatasi masalah ini. Meskipun negara tetangga bahkan pihak luar telah menawarkan bantuan. Kebakaran hutan yang terjadi di pulau Sumatera kali ini semakin di perparah dengan keadaan alam yang sedang tidak bersahabat. Musim kemarau dengan hawa yang panas, serta kehadiran peristiwa  el nino telah membuat kebakaran menjadi semakin parah.
Perkembangan industri dalam mengelola kekayaan alam telah berkembang begitu cepat, pertumbuhan penduduk di berbagai belahan dunia telah membuat kebutuhan hidup menjadi sulit dipenuhi. Pada akhirnya peluasan daerahlah yang menjadi solusinya. Akhirnya, alam yang dirugikan. Meskipun tidak selalu, tetapi kebakaran hutan memang berasal dari perbuatan manusia. Pengeksploitasian hutan dilakukan tanpa berpikir tentang habitat yang tinggal di dalamnya. Kejadian seperti itu terjadi karena kemiskinan yang merajalela, khususnya di pedalaman yang sulit mendapat pekerjaan. Perputaran roda ekonomi hanya terjadi di perkotaan saja. Perhatian pemerintah seakan hanya terfokus pada perkotaan, terbukti dengan banyaknya pembangunan besar-besaran dikota-kota besar. Tetapi hal itu tidak dilakukan di pedalaman. Peran pemerintah begitu disayangkan jika semua itu masih terus menerus terjadi. Bahkan jika dilihat perekonomian Indonesia sekarang ini begitu mengalami kemunduran, nilai tukar rupiah dengan dollar amerika begitu membeludak. Bahkan hampir seperti kejadian tahun 1998, di akhir masa pemerintahan Soeharto pada era orde baru. Tak jauh berbeda dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika yang terjadi di tahun 1998, kebakaran hutan pun juga demikian. Dikatakan hampir seperti 1998 dimana saat itu dampak kebakaran juga dirasakan oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Brunei, dan negara Asia Tenggara lainnya. Pemerintah dinilai tidak mampu melakukan pembenahan. Gengsi yang tinggi dari pemerintah untuk meminta bantuan kepada negara lain membuat kejadian ini tak kunjung usai. Pada akhirnya, rakyat kembalilah yang menderita.

5.3.  Saran
Beberapa saran/masukan yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh pemerintah antara lain:
1.   Meningkatkan aturan yang tegas sehingga dipatuhi oleh pihak mana pun, peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tidak membuat orang-orang yang tidak bertanggungjawab jera, hal itu terjadi karena kurangnya ketegasan dalam menjalankan fungsi dari peraturan yang ada.
2.   Memberikan perhatian yang lebih/ekstra pada kehutanan, kurangnya perhatian pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan telah membuat orang-orang yang tidak bertanggungjawab dapat melakukan tindakan perusakan. Padahal Indonesia merupakan negara yang menjadi paru-paru dunia karena ketersediaan lahan hutan tropis yang sangat asri dan alami dalam jumlah yang besar. Kehadiran hutan Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam ketersediaannya udara yang ada di dunia. Pemerintah diharapkan memberikan perhatian yang lebih pada kehutanan di Indonesia karena bisa saja peran pemerhatian kehutanan tropis diambil alih oleh organisasi dunia jika pemerintah Indonesia tidak mampu melakukan perawatan dengan baik.
3.   Melakukan riset pembelajaran/penelitian tentang kejadian fenomena el nino, fenomena ini memicu terjadinya kemarau panjang yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kebakaran hutan. Gejala el nino sendiri merupakan kondisi iklim yang tidak normal yang dicirikan dengan naiknya temperatur permukaan air laut di Samudra Pasifik. Kondisi iklim yang abnormal ini dapat memicu peningkatan curah hujan yang dapat menyebabkan banjir hebat atau kemarau yang berkepanjangan.
Hal yang telah disebutkan diatas dapat dilakukan apabila masalah kebakaran hutan belum terjadi atau biasa disebut tindakan antisipasi. Namun jika sudah terjadi, solusi yang harus dilakukan pastilah berbeda, seperti:
1.   Melakukan tindak tanggap yang cepat sehingga kebakaran tidak meluas dan menimbulkan angka yang besar, jika terjadi kebakaran pemerintah diharapkan langsung bergerak cepat dengan menurunkan semua pasukannya untuk melakukan penanggulanan agar masalah kebakaran hutan tidak terus menerus terjadi hingga menimbulkan korban jiwa dan lahan dengan angka besar yang hangus terbakar.
2. Memberikan pelayanan bagi para korban dari asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan yang terjadi, ketersediaan fasilitas bagi para korban bencana alam memang telah menjadi kewajiban pemerintah dalam memenuhinya. Baik bencana alam akibat faktor alam maupun akibat faktor manusia.
3.  Menindak secara tegas tanpa pandang bulu para pelaku pembakaran hutan jika memang kebakaran diakibatkan oleh ulah manusia, walaupun perangkat hukum yang mengatur tentang pelarangan dan penegakan hukum dibidang kebakaran hutan sudah tersedia, penerapannya di lapangan masih jauh dari harapan. Para pelaku pembakaran hutan masih bisa lolos dari jeratan hukum. Hal ini pada akhirnya menyebabkan para pelaku tidak takut untuk membuka hutan atau lahan dengan cara membakar. Padahal, Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 butir d dengan tegas menyatakan bahwa “setiap orang dilarang membakar hutan” dengan sanksi yang sudah diatur dalam pasal 78 ayat 3.








SUMBER

Api, Pemadam. 2015. “Definisi Pengertian Kebakaran” (Online) (https://pemadamapi.wordpress.com/                  diakses pada 10 Oktober 2015).
Halim, Nur. 2013. “Pengertian Hutan” (Online), (http://mhnurhalim73.blogspot.co.id/        diakses pada 10 Oktober 2015).
Wikipedia. 2015. “Pulau” (Online), (https://id.wikipedia.org/           diakses pada 10 Oktober 2015).
Wikipedia. 2015. “Sumatera” (Online), (https://id.wikipedia.org/           diakses pada 10 Oktober 2015).
Tim Himka 1 Polban. 2015. “Makalah Kebakaran Hutan” (Online), (https://himka1polban.wordpress.com/             diakses pada 10 Oktober 2015).
Tag. 2013. “Kebakaran Hutan” (Online), (http://jurnalingkungan.wordpress.com/   diakses 17 Oktober 2015).

Rajawali, Putra. 2012. “Makalah Kerusakan Hutan” (Online), (http://putrarajawali76.blogspot.co.id/         diakses pada 17 Oktober 2015).

Entuyut, Buletin. 2013. “Kebakaran Hutan Dan Lahan” (Online), (http://artikelutama-buletinentuyut.blogspot.co.id/                        diakses pada 17 Oktober 2015).

irfan musthaf

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar: